Sabtu, 03 Januari 2009

MEMBANGKITKAN PERGERAKAN MAHASISWA FKG UI

MEMBANGKITKAN PERGERAKAN MAHASISWA FKG UI ;
Sebuah Tantangan Antara Utopisme dan Kenyataan

Mahasiswa dengan idealismenya yang tinggi menjadi suatu komunitas yang khas di dalam masyarakat. Mahasiswa dengan pemahaman ilmu pengetahuan yang diterima di bangku kuliah membuatnya penuh dengan rancangan-rancangan ideal dalam hidup demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Selain itu mahasiswa bersifat “murni”, belum tergabung dalam berbagai kelompok tertentu sehingga mereka belum terpengaruh oleh kepentingan apa pun, kecuali pengembangan intellektualitas/konsep pengembangan pemikiran dalam konteks ilmu pengetahuan. Dengan demikian mahasiswa wajib menyadari peran dan fungsinya sebagai kaum intelektual bangsa yang harus mampu memberikan perubahan kearah yang lebih baik untuk kemajuan peradaban masyarakat, bangsa dan negara yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa
Mahasiswa pada dasarnya memiliki tiga peran penting, yaitu sebagai agen perubah (Agent of change). Hal tersebut dikarenakan mahasiswa menjadi salah satu elemen penting dalam pembangunan peradaban bangsa yang merupakan kelompok masyarakat yang memiliki nilai yang eksis. Mahasiswa dengan konsep ilmu pengetahuan yang dimiliki merupakan iron stock yang menjadikan mahasiswa sebagai aset, cadangan dan harapan atau bahan baku yang utuh dalam konteks kekinian dan konteks masa depan. Mahasiswa diharapkan mampu manjadi agent of change dalam memperbaiki kondisi bangsa saat ini yang masih belum pada kondisi ideal, yaitu masyarakat atau peradaban yang maju dan sejahtera. Selain itu, mahasiswa dengan idelismenya menjadi social control atau moral force yang berperan sebagai penjaga nilai-nilai kebenaran, keadilan dan keseimbangan serta kemanfaatan di masyarakat, baik itu nilai-nilai yang mengandung aturan/pedoman yang harus dan patut dihidupkan secara otonom atau heteronom di bidang keagamaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum sebagai pelekatan adanya sanksi dalam pola kehidupan manusia agar nilai-nilai kebenaran, keadilan dan keseimbangan serta kemanfaatan dapat berjalam dalam konteks kekinian dan masa depan demi peradaban yang baik ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan sosial dan corak kehidupan masyarakat di berbagai negara tidak lepas dari pergerakan mahasiswa. Sebut saja revolusi menuntut kemerdekaan di Hungaria tahun 1956, revolusi ke dua di Turki dan kisah sukses pergerakan mahasiswa lainnya di berbagai negara dalam mengusung perubahan melawan berbagai tembok tirani yang berdiri kokoh dengan kelicikan dan kemunafikan dalam merintis pembangunan. Begitu pula yang terjadi di Indonesia. Kita tidak akan lupa dengan catatan perjuangan kaum intelektual ini dalam mempelopori kemerdekaan Indonesia. Peristiwa kebangkitan nasional, sumpah pemuda dan peristiwa Rengasdengklok yang menghasilkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu, Tritura dan penggulingan kekuasaan rezim Orde Baru “Reformasi Bangsa” 1998 yang dimotori oleh mahasiswa pun merupakan fenomena yang tidak terlepas dari unsur pergerakan mahasiswa untuk menjaga konsistensinya dalam usaha memajukan dan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Sejak digulirkannya program Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/ BKK) oleh Pemerintah di zaman Orde Baru, tepatnya oleh Daud Yusuf pada tahun 1978, mahasiswa kehilangan ruh perjuangannya. Kegiatan mahasiswa dibatasi pada wilayah minat dan bakat, kerohanian dan penalaran. Pembicaraan politik hanya dapat dilakukan pada jam perkuliahan dan forum-forum ilmiah seperti seminar. Aktivitas demonstrasi mahasiswa dikatakan sebagai kegiatan politik praktis yang tidak identik dengan masyarakat ilmiah. Belum lagi ditambah adanya kebijakan Sistem Kredit Semester (SKS), membuat mahasiswa menjadi insan akademis yang hanya bergelut dengan buku-buku pelajaran dan berlomba-lomba untuk cepat menyelesaikan kuliah agar dapat mencari pekerjaan. Depolitisasi yang diterapkan tersebut sungguh efektif, menyebabkan selama beberapa tahun kegiatan mahasiswa jauh dari aktivitas demonstrasi atau advokasi masyarakat.
Mahasiswa di bidang ilmu kesehatan termasuk di dalamnya mahasiswa Kedokteran Gigi UI yang merupakan bagian integral dari mahasiswa keseluruhan pun terkena dampak dari kebijakan-kebijakan tersebut. Ditambah dengan jam kuliah praktik baik di laboratorium maupun di klinik, hal ini makin mempertajam apatisme mahasiswa di bidang ilmu kesehatan akan semangat perjuangannya tersebut.
Peristiwa reformasi pada tahun 1998 yang dimotori oleh gerakan mahasiswa berhasil menjatuhkan sebuah rezim yang telah berkuasa di negeri ini selama tiga puluh dua tahun. Diikuti dengan peristiwa aksi mahasiswa nasional mengumandangkan TUGU Rakyat pada tanggal 12 Mei 2008, yang merupakan evaluasi mengenai pelaksanaan reformasi yang telah berjalan sepuluh tahun yang dinilai belum dapat merealisasikan amanah reformasi. Kedua hal ini digadang-gadang menjadi indikasi bahwa pergerakan mahasiswa telah bergelora kembali.
Namun, hal tersebut nampaknya masih belum bisa dialamatkan kepada mahasiswa di bidang ilmu kesehatan termasuk mahasiswa FKG UI. Dampak dari penerapan kebijakan NKK/BKK dan sistem SKS masih berpengaruh dalam usaha reinkarnasi perjuangan mahasiswa tersebut. Akibat buruk yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut adalah lahirnya sikap pragmatis dan study oriented di kalangan mahasiswa FKG UI. Tuntutan ketertarikan kepada nuansa akademis yang menjadi kewajiban mutlak di kampus lebih mendominasi dari pada aktivitas-aktivitas berbasis kerakyatan di luar kampus. Padatnya tugas kuliah dengan “doktrin” SKS dan PBL ditambah lagi dengan bayangan dunia kerja yang menjadi tuntutan masa depan yang persaingannya semakin hari semakin sulit di era globalisasi ini, menjadi sebuah alasan yang tidak dapat dihindari lagi.
Kegiatan-kegiatan bersifat non-akademik masih kurang diminati dan diikuti oleh mahasiswa. Hal ini dilihat dari sedikitnya partisipasi mahasiswa FKG UI dalam berbagai kegiatan atau pun kepanitiaan. Bahkan untuk setiap kepanitiaan yang diselenggarakan melalui lembaga kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa atau Badan Semi Otonom (BSO) muncul sebuah anekdot “Lo Lagi Lo Lagi (4L)”, sebuah ironi yang menggambarkan bahwa mahasiswa yang berperan dalam hampir semua kegiatan adalah orang-orang yang sama. Kemudian hal lain yang bisa dijadikan salah satu bukti tetapi tidak mengeneralisir secara keseluruhan bahwa negative effects dari penerapan sistem SKS ini bisa dilihat dari berkurangnya jumlah partisipasi mahasiswa FKG UI untuk memiliki kebutuhan pengembangan organisasi setiap tahunnya.
Sebenarnya beberapa tahun lalu aura pergerakan mahasiswa FKG UI sempat kembali bersinar dengan Badan Eksekutif Mahasiswa FKG UI menjadi salah satu pelopor berdirinya organisasi mahasiswa kedokteran gigi S1 tingkat nasional yang dikenal dengan nama Persatuan Mahasiswa Kedokteran Gigi Indoensia (PSMKGI) pada tahun 1989 di Yogyakarta, bahkan sempat anggota dari FKG UI menjadi Sekretaris Jendral (Sekjen) untuk beberapa waktu yang lalu. Namun belakangan aura itu terasa semakin meredup dan naik turun seiring semakin padatnya waktu perkuliahan dan tugas-tugas yang diberikan di kampus untuk mencetak dokter gigi terbaik di negeri ini. Selain itu, kurang optimalnya transfer informasi antara para senior terdahulu yang telah lulus dan para kadernya saat ini yang memegang kendali organisasi kemahasiswaan seperti BEM menjadi salah satu faktor predisposisi akan hal ini.
Memang menjadi sebuah kenyataan yang agak mengkhawatirkan mengingat pergerakan mahasiswa Universitas Indonesia merupakan tolak ukur dan sokoh guru pergerakan mahasiswa se-nusantara. Mahasiswa FKG UI yang merupakan bagian dari UI secara keseluruhan tentu pada akhirnya pun memiliki tanggungjawab moril yang besar akan gerak mahasiswa kedokteran Gigi se-Indonesia. Hal ini, salah satunya dikarenakan letak kampus UI yang berada di pusat pemerintahan dan perekonomian negeri ini, sehingga memungkinkan kita untuk dapat mengakses informasi secepat mungkin mengenai segala masalah yang sedang terjadi di bangsa ini. Tetapi malah kita sedang menghadapi permasalahan internal sekarang, yaitu defisiensi semangat pergerakan mahasiswa.
Tentu hal ini sangat tidak menguntungkan karena pada akhirnya secara sosiologis akan membuat kita mendapatkan tekanan bahwa FKG UI sebagai pioneer gerakan mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia dan juga mahasiswa Kedokteran Gigi di institusi lainnya yang tetap menganggap kita lah motor penggerak mereka. Jika FKG UI bergerak, maka mereka pun secara serentak akan bergerak, tetapi jika kita tidak bergerak saat seharusnya ada masalah yang disikapi maka mereka pun tidak akan bergerak namun mereka akan mengkritik pedas kita.
Tawaran Solusi :
Sebuah tugas yang berat memang sedang menanti kita para mahasiswa FKG UI untuk segera diselesaikan. Bahkan terkadang terlintas dibenak beberapa gelintir mahasiswa atau pun pernah tercetus dalam suatu diskusi bahwa memperbaiki dan meningkatkan semangat pergerakan mahasiswa di FKG UI seperti hanya menegakkan utopia belaka, sesuatu yang hanya bisa diimpikan tapi hampir tidak mungkin dapat diwujudkan. Tapi saya memiliki keyakinan bahwa pergerakan itu akan datang dari hati nurani kita masing-masing dan saya masih percaya FKG UI masih memiliki orang-orang seperti itu saat ini.
Menurunnya sense of belonging mahasiswa-mahasiswa FKG, walau pun belum pada tahap kronik karena masih ada yang memiliki semangat tersebut, tetapi kenyataan ini sudah sangat mengkhawatirkan. Tuntutan untuk meraih nilai Indeks Prestasi yang baik di setiap semesternya agar kelak setelah lulus dapat mendapatkan pekerjaan dengan segera lebih tertancap di benak mahasiswa-mahasiswa FKG UI. Namun demikian, mereka pun tidak bisa disalahkan atas fenomena ini.
Perlu ada satu hal yang perlu digarisbawahi menyikapi fenomena ini. Ada suatu sistem yang mungkin tidak dijalankan secara optimal, yaitu eskalasi isu melalui penuansaan kampus. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama mengapa sangat sulit sekali efek negatif dari sistem perkuliahan SKS untuk dikalahkan. Seharusnya bila kita ingat kembali bahwa manusia memiliki banyak sekali hal yang dipikirkan. Banyak sekali tanggungjawab yang harus dijalankan atau dikerjakan sehingga manusiawi jika penting untuk diingatkan kembali.Oleh karena itu penting mengoptimalkan pengangkatan (eskalasi) isu. Selain itu, untuk menimbulkan rasa empati dikalangan mahasiswa
Eskalasi isu di sini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya, misalnya memaksimalkan penggunaan papan komunikasi mahasiswa dan penerbitan artikel-artikel berkala. Media-media tersebut harus dimaksimalkan penggunaannya dalam pembahasan isu-isu seputar Kedokteran Gigi, baik itu berisi tentang masalah sosial, politik, ekonomi dan serba-serbi ilmu kesehatan lainnya.
Dengan adanya optimalisasi dalam hal eskalasi isu diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan mahasiswa FKG UI akan informasi seputar profesi ini. Hal ini sedikit demi sedikit akan dapat meningkatkan kepekaan mahasiswa FKG terhadap masalah-masalah Kedokteran Gigi dalam lingkup kecil dan masalah kesehatan secara general, sehingga pada akhirnya semangat akan kembali bergelora dan menghidupkan kembali ruh pergerakan mahasiswa FKG UI bukan lagi menjadi sebuah utopia belaka. Tapi saya memiliki keyakinan bahwa pergerakn itu akan datang dari hati nurani kita masing-masing dan saya masih percaya FKG masih memiliki orang-orang seperti itu saat ini.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa mahasiswa FKG UI harus mampu menemukan arti hidupnya dalam konteks filosofis sebagai mahasiswa yang mengkontekskan dirinya sebagai calon sumber daya manusia yang paripurna dalam dunia ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah, objektif dan universal, khususnya ilmu kedokteran gigi, bahwa mahasiswa FKG UI harus mampu secara sosiologis menempatkan dirinya sebagai makluk social yang utuh sehingga nilai-nilai yang menjadi aturan atau pedoman (konteks keagamaan, kesusilaan dan kesopanan) dalam peri kehidupan pribadi dan sesama dapat terwujud, dan mahasiswa FKG UI harus mampu secara yuridis menempatkan dirinya sebagai subjek hukum demi ikut sertanya dalam mewujudkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan keseimbangan serta kemanfaatan sehingga secara langsung maupun tidak ikut serta dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang maha kuasa.
Bahwa pengembangan potensi sumber daya manusia berdasarkan intelectualisme dan professionalisme serta mempererat hubungan umat manusia yang bermanfaat bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan Negara yang diridhoi Tuhan Yang Maha Kuasa adalah pilar besar bagi mahasiswa dalam menemukan jati dirinya.
Wass. [atik, 2008]

BANGKIT FKG UI, BANGKIT INDONESIAKU!!!

Jumat, 18 Januari 2008

Penyambuhan Penyakit Pulpa

PENYEMBUHAN PENYAKIT PULPA

Terjadi dari tepi ke pusat lesi. Proses terjadi berdasarkan pembuangan daerah infeksi dalam saluran akar (jaringan pulpa nekrotik, flora endodontik, dan produk radang yang dibersihkan dalam saluran akar) merangsang kegiatan sel-sel penyembuh berproliferasi ke daerah infeksi

Proses penyembuhan

· Setelah jaringan terinfeksi dibuang, keadaan ini mendorong pembentukan jaringan ikat baru

· Akibat tindakan ekstirpasi pulpa, terjadi perdarahan yang merupakan asal dari fibrin clot pada apeks

Organisasi fibrin clot

Proses inflamasi terjadi (terdapat eksudat)

Terjadi proliferasi mesenkim (3-4 hari setelah luka)

Fibroblas (aktif dalam keadaan normal/patologis) dan sel lain dari jaringan sekitarnya bergerak ke tengah lesi dan sekitar fibrin clot (jaringan baru ini disebut jaringan granulasi/precursor to repair)

Beberapa hari setelah preparasi saluran akar, jaringan granulasi tumbuh pada pulpo-periodonsium complex

Merupakan pertahanan terhadap proses instrumentasi saluran akar (J.granulasi mengandung banyak : makrofag, limfosit, plasmasit ; sedikit PMN)

Kapiler baru tumbuh, dikelilingi oleh jaringan mesenkim

Substansi dasar (glikosaminoglikan, glikoprotein, glikolipid, air) membantu penyembuhan sel → perantara nutrisi dan metabolisme

Reaksi penyembuhan ditandai oleh terjadinya fibroplasia jaringan melalui pembentukan jaringan fibrosa

Terjadi aposisi sementum dan tulang alveolar, sebagai reaksi terhadap lisis sewaktu radang periapeks dan karena dukungan ion Ca dan PO4 yang stabil dalam serum dan CES

Perbaikan jaringan periapeks ditandai oleh proliferasi fibroblas, infiltrasi sel inflamasi dan akumulasi mukopolisakarida* sulfat yang diikuti dengan deposisi kolagen dan pembentukan tulang

· mukopolisakarida merupakan binding material, mengawali mineralisasi/deposisi lipid

Reaksi immunologik jaringan periapeks disebabkan oleh interaksi antara mikroorganisme dengan jaringan periapeks, yaitu PMN, lisosom, makrofag, limfosit, sel plasma, antibodi, dan sistem komplemen

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penyembuhan :

1. Faktor lokal

a) Infeksi

· Jauhnya infeksi bakteri ke dalam jaringan dentin/pulpa menyebabkan proses perubahan pulpa/periapeks, berupa keluarnya sel-sel radang, meningkatnya vaskularisasi, serta proliferasi sel-sel fibroblas. Keadaan ini terjadi sesuai jumlah dan virulensi bakteri yang masuk serta daya tahan host

· Semakin lama pulpa terekspose dengan cairan mulut, semakin parah infeksi, sehingga jaringan ikat akan beregenerasi pada apikal saluran pulpa

· Kerusakan yang disebabkan bakteri bergantung pada kecepatan dan area penyebarannya → jika bekteri menyebar ke area yang terlalu luas, tidak selalu menyebabkan kerusakan, tapi jika terkonsentrasi pada area kecil (saluran akar), bisa menyebabkan kerusakan lokal

· Kemudahan penyebaran bakteri melewati substansi dasar tergantung pada agen ekstrinsik dan intrinsik

- Faktor ekstrinsik : tekanan pada agen infeksi harus lebih besar dari jaringan sekitar (peningkatan tekanan diproduksi oleh eksudat inflamasi)

- Faktor intrinsik : yang mempengaruhi konsistensi dari substansi dasar jaringan ikat

Contoh :

o Hormon estrogen → meningkatkan volum cairan jaringan, sehingga menurunkan penyebaran partikel di kulit

o Enzim → mendepolimerisasi substansi dasar juga meningkatkan penyebaran infeksi. Beberapa bakteri patogen (rantai stafilokokus, pneumococci, streptokokus hemolitik), memproduksi hyaluronidase, yang meningkatkan kekuatan invasif sehingga virulensi bertambah

· Pada infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang menghasilkan efek supurasi, nyeri dan pembengkakan yang terjadi sangat hebat dan perawatan endo dapat gagal jika pus tidak dievakuasi (karena pertumbuhan jaringan granulasi dihambat)

· Untuk membantu perbaikan, reduksi mikroorganisme dengan pembersihan dari jaringan pulpa nekrotik/terinflamasi atau dengan agen antibakteri dibutuhkan

b) Hemorrhage

· Meskipun pendarahan dan pembentukan pembekuan darah merupakan prekursor untuk penyembuhan, tapi pendarahan yang berlebihan dan genangan darah pada pada jaringan periodonsium dapat mengganggu perbaikan

· Jka pendarahan sedikit, pembekuan darah cepat menutup pembuluh darah yang ruptur (pada ekstirpasi pulpa dan instrumentasi saluran akar). Namun jika pendarahan berlebih, dapat menyebabkan perisementitis, karena terdapat penekanan pada jaringan dan perubahan inflamasi

· Reaming dan filling yang berlebih di apeks menyebabkan akumulasi darah pada jaringan periapeks → menunda penyembuhan, karena darah harus diresorbsi dahulu sebelum perbaikan sempurna (genangan darah adalah medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme)

c) Kerusakan jaringan

· Luas jaringan yang rusak dan jenisnya berpengaruh pada potensi penyembuhannya (sel odontoblas lebih sukar sembuh dibanding fibroblas

· Butuh waktu lama bagi jaringan yang rusak untuk diperbaiki → sel yang mati dan rusak harus difagosit dan dibuang dari area sebelum perbaikan lengkap

· Dalam 24 jam, PMN dapat diamati pada ligamen periodonsium dan pada sumsum tulang alveolar

· Proliferasi fibroblas pada proses penyembuhan dapat mengisolasi perluasan kerusakan jaringan

d) Gangguan aliran/suplai darah

· Lancarnya suplai darah ke daerah radang, membantu daya resorbsi jaringan rusak sehingga jaringan baru lebih cepat terbentuk

· Gigi yang ruang pulpanya sempit, aliran darahnya kurang lancar dari yang ruang pulpanya lebar

e) Benda asing

· Benda asing yang terdorong selama perawatan (debris bahan tumpat, bahan PSA/obat sterilisasi saluran akar) merupakan iritan yang mengganggu proses organisasi sel-sel jaringan selama penyembuhan

· Ketika perbaikan terjadi, benda asing akan diselimuti oleh jaringan fibrosa. Makrofag pada jaringan granulasi susah untuk membuang kelebihan guttap, apalagi kon perak, sehingga resorpsi akar sering terjadi

f) Operator

· Kurang hati - hati / tidak didasari oleh pengetahuan mendalam à gagal perawatan

· Kesalahan operator (iatrogenic cause) , contohnya : preparasi kavitas terlalu lama, pemakaian obat desinfektan yang iritatif, pemakaian tumpatan yang bukan indikasinya, dll

· Sehingga tidak terjadi kesembuhan à bisa ditemui peradangan / nekrosis

2. Keadaan umum/Faktor sistemik

a) Umur

· Mempunyai pengaruh terhadap kepekaan infeksi (infeksi lebih hebat pada orang yang sangat tua/sangat muda daripada remaja/dewasa) dan kelancaran aliran darah

· Penyembuhan lebih cepat pada dewasa muda (fibroplasia mulai lebih awal), perawatan endo biasanya gagal pada pasien usia 31-60 tahun, tapi tidak kontraindikasi

· Pada pertambahan umur, perubahan arterioskelrotik pada pembuluh darah meningkat, sehingga perbaikan semakin susah

b) Nutrisi

· Protein diperlukan untuk pertumbuhan, fungsi, penyembuhan serta replikasi dari kehidupan sel à jika intake menurun, menyebabkan perubahan abnormal jaringan dan turunnya sintesa protein dalam jaringan

· Dikombinasikan dengan asam nuklei, protein menjadi nukleoprotein yang mengandung gen. Protein juga berperan dalam membentuk antibodi dalam rx imunologi, sehingga bila protein berkurang, maka pasien akan lebih peka terhadap infeksi

· Sintesa protein yang tidak cukup menghasilkan kelainan sistemik, karena protein dapat membentuk sistem enzim pada tubuh. Selain itu serum protein yang rendah dapat menunda terjadinya fibroplasia

· Karena matrix tulang terdiri dari protein fibrosa, gangguan metabolisme protein berpengaruh pada regenerasi tulang

c) Penyakit kronik/menahun

· TBC : gangguan pernfasan yang diderita akan menghambat pertukaran O2 dalam darah melalui paru à sel jaringan kekurangan O2 (hipoksia) à jika berlangsung lama à sel rusak/mati karena tidak ada O2 (anoxia).

· Diabetes : Hambatan penyembuhan ditandai oleh menetapnya peradangan setelah perawatan endo. Pasien tidak bisa mengontrol intake gula, sehingga rentan terhadap infeksi bakteri, perubahan arteriosklerotik muncul, dan aliran darah terbatas → timbul anoxia. Penting untuk memberi antibiotik (premedikasi) dan anastesi (epinefrin dihindari)

· Dyscrasia darah (anemia, hemofili, leukimia trombositopenia, platelet disorder) : suplai darah tidak adekuat pada jaringan periapeks yang cedera → nutrisi tidak dibawa ke area yang rusak → perbaikan terhambat

· Penyakit liver : Hati memiliki fungsi sekresi, metabolisme dan nutrisi, pembentukan darah dan koagulasi, pemurnian darah, pengaturan volum darah, metabolsime mineral dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Jika mengalami kelainan, maka metabolisme tubuh akan terganggu

· Penyakit jantung :

- Bila riwayat penderita rheumatic heart fever, maka dikuatirkan terjadi bakteremia selama perawatan, sehingga perlu antibiotik dan kemoterapi

- Pemakaian pacemaker pada penderita jantung yang memancarkan EMI (electromagnetic interference) dan electrostatic interference, terpengaruh oleh alat-alat kedokteran gigi seperti tes pulpa listrik, root canal meter, dsb

d) Hormon

· Fungsi : membantu proses kehidupan, seperti pergantian sel tua/rusak

· Pemberian hormon kortison terlalu lama menghambat pembentukan sel plasma pada reaksi imun, kelebihan pemberiannya akan mengganggu pembentukan jaringan ikat meskipun dapat menahan kelanjutan proses radang

e) Vitamin

· Vitamin A : untuk pembentukan jaringan epitel baru, jika kurang maka penyembuhan luka terganggu

· Vitamin C : penting dalam pembentukan matrix kolagen dan struktur jaringan fibrosa, sehingga defisiensinya dapat mencegah perkembangan jaringan ikat

· Vitamin B kompleks : jika kurang, akan memperlihatkan edema, karena ada gangguan metabolisme karbohidrat

· Vitamin K : perlu untuk koagulasi darah, jika kurang akan mengganggu proses pembentukan jaringan granulasi dengan menghambat pembentukan prothrombin pada proses pembekuan darah

g) Dehidrasi

Kematian sel karena dehidrasi, disebabkan oleh peningkatan kekentalan darah sehingga sirkulasi ke perifer berkurang

h) Stress

Metabolisme tubuh terganggu, sehingga sel tidak bisa bekerja normal

Proses penyembuhan dapat terjadi sebagai resolusi atau repair.

1. Resolusi: pembuangan elemen-elemen inflamasi dari jaringan dan pengembalian struktur serta fungsi jaringan normal. Resolusi meliputi: vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, pembersihan/pembuangan eksudat dan sel mati serta regenerasi sel. Selama resolusi, makrofag membersihkan netrofil dan sel-sel jaringan yang mati serta mencerna fibrin.

2. Regenerasi: penggantian jaringan yang rusak dengan jaringan baru. Makin tinggi spesifikasi jaringan, makin rendah kemampuannya untuk beregenerasi. Regenerasi hanya dapat terjadi bila sel-sel masih dapat bermitosis. Adapun berdasarkan kemampuan mitosisnya, sel-sel terbagi menjadi:

a sel-sel yang selalu bermitosis selama hidupnya/kemampuan regenerasinya tinggi; biasanya masa hidupnya pendek karena selalu tergantikan sel-sel baru (mis: epitel, eritrosit, limfosit).

b sel-sel yang masa hidupnya lama namun tetap memiliki kemampuan untuk bermitosis (kapasitas regenerasi laten). Misalnya: sel mesenkim dan difensialnya (fibroblas, osteoblas).

c sel-sel yang tidak dapat bermitosis; sekali mati tidak ada yang menggantikan (mis: neuron).

3. (fibrous) Repair: perbaikan dengan pembentukan jaringan granulasi (yang sifatnya lebih fibrous).

a Pembekuan darah (blood cloting): terdiri dari fibrin, fibronektin, dan trombosit. Blood clot berperan sebagai stroma (tempat migrasi netrofil & makrofag).

b Pembersihan luka (wound cleansing): makrofag memfagosit debris dan mendegradasi bekuan secara lokal sementara netrofil membersihkan mikroorganisme. Setelah itu, capillary loops baru terbentuk bersama migrasi sel-sel fibroblas ke area tersebut.

c Pembentukan jaringan baru (rebuilding tissue): fibroblas menghasilkan fiber kolagen dan ground substance proteoglikan membentuk jaringan granulasi yang highly vascularized (less cellular, more fibrous).

d Wound remodelling: terjadi remodelling jaringan granulasi (pembuluh darah diresorbsi dan banyak sel fibroblas terdegradasi). Hasil akhir dari proses ini adalah terbentuknya jaringan parut yang sebagian besar terdiri dari kolagen, sedikit fibroblas tersebar, dan pembuluh darah.

Skema proses penyembuhan

Cedera respon vaskular

Eksudasi radang

Bakteri/kuman/toksin yang segera rusak Bakteri/kuman/toksin yang tidak segera rusak

Tidak ada sel nekrosis Ada sel nekrosis

Eksudat Eksudat diserap Sel stabil Sel permanen Sel diorganisasi labil

Jaringan Parut Kembali Normal Rangka utuh Rangka rusak

Regenerasi ke Jaringan parut struktur normal

Zona Penyembuhan :

ZONA EKSUDAT (Akut)

1. Zona Infeksi (zona nekrosis, pusat pus / abses)

Saluran akar yang terinfeksi / nekrosis mengandung :

- Pus berisi sel mati, komponen destruktif yang dilepaskan oleh fagosit, produk selama & akhir proteolisis (dekomposisi protein)

- Leukosit PMN

- Ada/ tidak kehadiran mikroorganisme (exotoxin, endotoxin, antigen, enzim bakteri, faktor kemotaksis)

2. Zona kontaminasi (zona eksudatif primer)

Respon langsung terhadap elemen toksik yang keluar dari saluran akar :

- Eksudat (akut) mempertahankan dari vasodilatasi, eksudasi cairan, infiltrasi sel; elemen toksik ditambah aksi antibakteri dari cairan inflamasi.

- Sel pertahanan utama :

1. Leukosit PMN (awal)

2. Makrofag : pada darah berasal dari sel mononuklear; pada jaringan berasal dari sel histiosit (muncul kemudian karena kurang motile dan bertahan lebih lama dari pada PMN)

------------------------------------------ Transitional Area ----------------------------------

ZONA PROLIFERASI (Kronik)

3. Zona Iritasi (zona granulomatosa, zona proliferatif primer)

Toksisitas menurun - semakin jauh dari kanal foramen

- Fungsi : pertahanan, penyembuhan, perbaikan

- Jaringan granulasi : proliferasi kapiler & pembentukan fibroblas

- Granulomatosa : jaringan granulasi + sel pertahanan

- Sel pertahanan utama : limfosit, sel plasma, makrofag pada darah dan jaringan, dan sel cadangan (undifferentiated mecemchymal cell)

- Sel mediator inflamasi : antibodi dari sel plasma, limfokin dari limfosit T, histamin, serotonin (5-hydroxytryptamine) dari basofil

- Badan Russel : sel plasma membesar dengan sejumlah inklusi antibodi

- Eosinofil (muncul kemudian) : ditarik oleh sel mast eosinophyl chemotactic factor (ECF-A) dan limfokin ECF-A, eosinofil memodulasi inflamasi dan alergi dengan merusak substansi vasoaktif (platelet activating factor/ PAF dan slow reacting substance of anaphylaxis/ SRS-A).

- Foam cell : makrofag setelah memakan sel dengan degenerasi lemak

- Lingkungan yang baik untuk osteoklas

- Kristal kolesterol

- Cluster epithelial & strands

4. Zona Stimulasi (zona encapsulation, zona produksi fibrosis)

Toksisitas tereduksi pada stimulan ringan

- Aktivitas fibroblas → pembentukan kolagen

- Lingkungan yang baik untuk aktivitas osteoblas,

1. Aposisi tulang & bukti garis membalik (garis demarkasi)

2. Hyperostosis reaktive ketika lesi mengganggu cortical plate

EVALUASI KEBERHASILAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan:

a Adanya penyakit periapeks sebelum perawatanà menurunkan kemungkinan keberhasilan

b Kualitas obturasià mempengaruhi keberhasilan perawatan jangka panjang

c Macam dan lokasi gigi

d Faktor demografis (umur, jenis kelamin)à tidak selalu berpengaruh

e Medikasi intrakanal

f Status bakteri intrakanal sebelum perawatan

Periode pelaksanaan evaluasi: 6 bulan – 4 tahun. Perawatan biasanya mulai menunjukkan hasil secara radiografis setelah 1 tahun. Namun, perlu diingat keberhasilan setelah tahun pertama bukanlah keberhasilan yang langgeng karena kegagalan masih mungkin terjadi setiap saat.

Metode evaluasi:

a Pemeriksaan klinis

Kriteria klinis keberhasilan perawatan yang disusun oleh Bennet,dkk adalah :

§ Tidak adanya nyeri atau pembengkakan.

§ Hilangnya saluran sinus.

§ Tidak ada fungsi yang hilang.

§ Tidak ada bukti kerusakan jaringan lunak, termasuk tidak adanya sulkus yang dalam pada pemeriksaan dengan sonde periodontium.

b Pemeriksaan radiografis

1. Berhasil, jika tidak ada lesi apeks yang resorptif secara radiologis. Ini berarti bahwa suatu lesi yang terapat saat perawatan telah membaik atau tidak timbul lesi baru setelah perawatan. Dengan demikian keberhasilan benar-benar terjadi jika radiolusensi tidak berkembang atau hilang setelah interval pasca perawatan antara 1-4 tahun.

2. Gagal, jika kelainannya menetap atau berkembangnya suatu tanda penyakit yang jelas secara radiografis. Secara khusus, terdapat lesi radiolusen yang membesar dan persisten.

3. Meragukan adalah jika ada tanda-tanda yang mencerminkan ketidakpastian. Situasinya tergambar dengan adanya lesi radiolusen yang tidak berkembang menjadi lebih buruk atau membaik dengan jelas. Suatu status yang meragukan akan beralih menjadi kegagalan jika situasinya (yang tidak ada tanda-tanda perbaikan) terus berlanjut hingga 1 tahun pasca perawatan.

c Pemeriksaan histologis

Secara histologis, perawatan yang berhasil ditandai dengan suatu perbaikan struktur periapeks dan tidak adanya inflamasi. Tetapi pemeriksaan histologis rutin dari jaringan periapeks pasien tidak praktis dilakukan.